RSS

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

My life inside the living place

Aku pernah bilang, mungkin kehidupan perkelas-an ku kurang bagus. Yaaah....sekarang baru aku merasakan bagaimana itu 'disisihkan', 'dipandang dengan tatapan aneh dan direndahkan', tak ketinggalan, 'tak diharapkan'. Padahal selama limabelas tahun hidupku, baru kini kualami hal seperti itu. Aku memang berbeda, tapi rasanya dulu itu bukanlah masalah. Temanku memang tidak banyak, namun aku selalu mendapatkan tempat.

Aku tak tahu pasti mengapa mereka bersikap seperti itu padaku, meski tak langsung. Mereka tersenyum,menyapaku,bertanya padaku jika membutuhkan sesuatu, tapi mereka juga seringkali mentertawakan 'public speaking'ku,dan panik saat tahu mereka sekelompok denganku.

Meski bukan lantas berarti mereka jahat, astaga, aku malah membuat mereka terlihat jahat, tidak, aku tahu mereka tidak jahat.

Mereka hanya bingung.Bingung bagaimana harus menyikapi karakterku. Aku ingin percaya begitu.

Tapi mereka hanya bisa bingung, sama sekali tak membantu. Bahkan membuatku makin sakit. Semakin sakit. Semakin frustasi.

Tapi,sungguh, aku tak membenci mereka, meski seringkali keteguhanku runtuh, dan aku lari ke belakang sekolah, menyanyi dengan miris,atau berteriak,disusul menangis. Seperti bocah yang miris. Cengeng.

Sayangnya, aku menyayangi mereka, seperti menyayangi keluargaku sendiri.

Karena apa? Karena mereka memberiku sesuatu yang berharga. Sesuatu yang tak dapat dibeli dan dicari dengan mudah.

Mereka memberiku....sudut pandang baru dalam memandang segalanya...

Bayangkan ada sekelompok anak yang sedang bermain dengan riangnya. Mereka bergandengan, membentuk lingkaran. Gembira sekali. Tiba-tiba ada seorang anak yang melihat keriaan itu, dan ia ingin ikut bermain juga. Tapi tak seorangpun yang mengerti keinginannya. Meski dia berteriak dan mengiba.
 .
Meskipun beberapa dari anak di dalam lingkaran tersenyum padanya, dengan janji akan menemaninya bermain nanti.
 Dia ikhlas, bermain di luar lingkaran, meski sendirian. Dia bermain sendiri, dan jika ia bosan, diamatinya langit, pepohonan, rerumputan, dan manusia. Dan menyadari bahwa keberadaannya akan tetap ada. Dan akan tetap ada sampai kapan pun jua.

..........................................

Mereka memberiku sudut pandang itu, bukan sebagai anak-anak yang membuat suatu lingkaran, tapi sebagai anak yang berada di luar lingkaran, mengawasi sgalanya, dalam sudut yang lebih luas. Dan bagaimana untuk menjadi jauh lebih bijaksana.

Teman-teman, meski kalian tidak, asal tahu saja, aku sayang kalian.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Someone in my living sanctuary...

Ada seseorang di kelasku yang kini membuatku sangat mencemaskannya.
Padahal, selama ini statusnya adalah 'patut diwaspadai', olehku dan sahabat-sahabatku.

Karena pernah ada suatu kejadian antara kami, kejadian yang mengguncang satu almamater,yang mengguncang hidup kami. Tapi justru di situ letak keanehannya, karena kami tak pernah saling bertegur sapa, bahkan tak ada umpatan yang bersahutan di depan muka.

Oke, lupakan 'kami'. Mungkin aku memang pernah menginvestasikan dosaku padanya. Tapi itu 'aku' yang dulu, yang dipenuhi kepolosan menggebu, meski tanpa tanda.

Selama bertahun-tahun, kuobati luka hati dan kekecewaan pada diri sendiri, sambil mengonsep tempat dan saat yang tepat untuk mengemis maaf.

Sedang ragaku, tertawa di depanmu besama teman-temanku yang gokil dan lugu,menjalani hidup. Secara ajaib dapat bersua denganmu setiap hari. Meski tak akan ada salam manis, atau ucapan selamat pagi. Dan aku senang meski kesal, karena ternyata kehadiran kita dalam satu tempat berefek buruk pada kehidupan perkelas-an ku. Meski lagi-lagi tiada untukmu lisan, tiada untukmu senyuman. Malah rengutan,yang seringkali kusajikan padamu.

Tapi karena itu kusadari sesuatu,bodoh memang, baru kusadari sekarang.

Waktu pelajaran menggambar, kudengar tenggorokanmu membentur-benturkan udara,entah buat mengusir apa,atau sekedar menggaruk gatal yang mencaploknya,aku tak tahu,saat aku duduk di depanmu,membantu temanku menggambar batu, setengah tahun yang lalu.
Terakhir kudengar suara itu, saat kau memalak salam pulang pada pak guru tersayang di belakang telinga kiriku,yang sedang absen dari headset saat itu. Kemarin.

Baru ku sadar, dalam jeda waktu setengah tahun itu setiap berada di dekat tubuh ringkihmu, kudengar udara mengutuk,karena dipaksa keluar oleh paru-parumu.

Kuharap kau tak mengiyakan;

''Teman, apa kau sakit?''

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

The Life

Pernahkah kau merasa bahwa hidupmu "kurang" dibandingkan orang lain?

Aku pernah, dulunya. Dengan egoisnya menangis dan mengatakan "mengapa?"
Aku belum sadar bahwa itulah hidup. Tapi hidup itu selalu setimbang, ada yang pergi, ada yang datang, apa yang dinamakan equivalent trade. Karena ada yang mengatur kehidupan ini.

Coba fikir, setelah kita merasa dibuang oleh kehidupan, pasti setelah itu datanglah cahaya benderang, yang menghapus airmata, dan membuat kita berucap 'aku tak percaya'. Meski, meski hanya dalam hati, hati yang sekecil-kecilnya. Sepertinya tidak pernah sekalipun manusia terus-terusan merasa sedih selama bertahun-tahun, bukankah begitu? Meski hidup susah, meski menanggung derita yang parah, manusia manapun pada waktu tertentu, meski dalam derita itu, pasti ada kalanya untuk tersenyum, atau hanya merasakan segempil kebahagiaan, dan setidaknya sejumput kecil kelegaan.

Sadarilah, kita tak pernah benar-benar dibuang oleh kehidupan.
Dan kita takkan pernah dibuang oleh kehidupan, jika kita terus percaya bahwa kita itu HIDUP.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS